Pengenalan

"The Yaslehs

Since 1968, when his first poem Sebuah Sumpah Derhaka was published in Majalah Mastika, our dad, yassinsalleh, has written voraciously, but at the same time is so disorganized that we could hardly keep track of what he has written. It is even worse now that he writes his poems in his phone and sms it to us his children. Believe you me, he spent a lot of money on smsing long poem to us that is sometimes lost to accidental deleting. So we, his three children - Yasleh Rita Ayu, Yasleh Hani Wati, and Yasleh Khaliff Amri - decided that enough is enough, we need to keep some kind of record of his poetry, thus the creation of this blog. This will be a cache to collect all his old poems and a safe to keep all his future ones. In the film world, mentioning my dad's name will immediately brings to mind his 10 awards winning film Dia Ibuku in which he personally won 2 - Best Director and Best Screenplay- but in the literary world the poem ikan-ikan di kaca is synonymous to him, hence the name of this blog.

ikan-ikan di kaca
(buat adik-adikku tom dan ani)

pun mentari sudah tiada api
dan bulan yang merdu
sudah sejuk nyanyinya
di hujung jari jemari embun
kita masih belum terlalu lewat
untuk menerima satu hakikat

ia,
kita anak-anak satu keturunan
yang menganuti escapisme
selama ini
hanyalah
ikan-ikan di kaca
ia
ikan-ikan di kaca.

ikan-ikan di kaca indah alamnya
ikan-ikan di kaca gemulai renangnya
ikan-ikan di kaca manja hidupnya
ikan-ikan di kaca terpenjara sebenarnya.

tidak lama lagi
embun
akan kering
dan mentari
berapi kembali
kuharap
kalian sudah mengerti
bahawa kita
selama ini
hanyalah
ikan-ikan di kaca
esok
masihkah kita
ikan-ikan di kaca?

yassinsalleh
Kuala Lumpur akhir 1969
Dewan Masyarakat, April 1970 "

(dari blog ikanikandikaca)

Dan inisiatif anak-anakku tersayang ini, aku abadikan disini.

Terima kasih Abang, terima kasih Along, terima kasih Adik.

What a wonderful world. - yassinsalleh



Sunday, December 18, 2011

Yang Terpadam Lenteranya



Kalaulah aku merbah
kepak patah dah.
Kelicaplah kiranya aku
lagilah parah paruh dah pecah.

Tapi syukurlah ya Allah
Aku sudah 65 tahun
menjadi pemain watak orang tabah
yang demam tak pernah kebah
bila berlawan senantiasa rebah kalah.

Syukurlah aku tidak pernah engkar
arahan sutradara pentas.
Walaupun nestapa
pemain teater amatur
tidak punya ruang untuk
tukar-tukar peranan sesuka mahu.

Yang tak cukup rupa
yang tak merdu suara
jangan cuba-cuba main
watak dewa-dewa
atau
maharaja
atau
memanda kepada raja.
Nanti tulah.
Mulut jadi sopak,
pipi tumbuh kurap,
anu tak boleh marah.

Sudah sampai usia bersara
aku ini,
pemain tua
pentas teater jelata nan melata.

Syukurlah,
letih dah aku
kena bahasa kena kata
di atas lantai pentas citra
impian suatu budaya
igauan suatu bangsa
yang terpadam lenteranya.

yassinsalleh
1404 hrs. Dis 19. 11
La Cassa Pacifica D Yasleh
Copyright (c) 2011 yassinsalleh

2 comments:

  1. Abang Yassin,

    Sequel 'Drama Interlok' ada lagi rupanya.Padan muka - muka saya,,muka Melayu,muka sasterawan.

    Bukan sasterawan seperti tuan. Yang saya maksudkan ialah sasterawan yang sibuk menghimpunkan kata-kata tidak berpijak di bumi nyata.Seperti ........

    Kalau betullah perkara ini, SN yg menulis buku berpuaka itu tidak perlu meminda walau satu perkataan pun dalam novel beliau. Sia-sia.

    ReplyDelete
  2. Adikku Ujang Kutik,
    Demikianlah akibat langsung dari progrem meruntuhkan Melayu oleh 22 tahun pemerintahan
    seorang yang mengaku Melayu yang telah memasang bom jangka di semua tempat strategik yang kemudian dipasangkan detonator bom jangka itu oleh seorang yang separuh Melayu yang kerjanya sepenuh masanya, tidur dan membina mimpi.
    Dan kini dengan berkemudi di haluan orang itu mula meledakkan, satu demi satu, bom jangka kehancuran Melayu. Jangan salahkan mereka. Kita yang membiarkan mereka demikian. Padan muka kita. Padan muka Melayu. Salam

    ReplyDelete